Orasi Ilmiah di UIN Ar-Raniry: Aceh Sangat Toleran

Assalam news l Banda Aceh – Dosen Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, Hasan Basri, M.Ag., PhD. menyampaikan hasil penelitiannya terkait framing/pembingkaian intoleran yang beredar di luar Aceh karena menganggap Aceh sebagai daerah intoleran. Hal itu ia jabarkan dalam penyampaian orasi ilmiah pada yudisium Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) Gelombang-I tahun 2025 yang berlangsung di Gedung Auditorium Prof. Ali Hasjmy UIN Ar-Raniry, Selasa (04/02/2025).

Hasan menyajikan berbagai fakta berdasarkan riset yang telah dilakukan guna membantah persepsi yang membranding Aceh intoleran dengan menjelaskan hubungan antara muslim dan non muslim yang ada di Aceh. Ia menyampaikan sejauh penelitian itu tidak ditemukan ketimpangan atau perlakuan tidak adil antara muslim dan non muslim dan ia membaginya dalam lima aspek yang cukup jelas, “sejauh kajian saya, saya tidak menemukan perlakuan tidak adil antara yang Islam dan non Islam, saya telah membaginya dalam 5 aspek kehidupan sehari-hari, yaitu: sosial agama yang berarti sejauh ini tidak ada diskriminasi dalam menjalankan hak-hak agama, yang berarti umat non muslim bebas melaksanakan ibadahnya kapan saja tanpa gangguan”, jelas Hasan.

Yang kedua sosial pendidikan, dalam hal ini juga tidak ada perbedaan antara perlakuan kepada muslim dan non muslim, “dalam kajian saya perlakuan ataupun hak untuk anak-anak yang bukan Islam diberikan sama, sekolah-sekolah milik pemerintah mulai dari SD hingga perguruan tinggi dipersilahkan untuk non muslim belajar di sana, meskipun terkadang sekolah itu berbasis islam, tapi ada anak-anak non muslim yang belajar di sana, tidak masalah, dan saat pelajaran atau kegiatan yang berhubungan dengan agama Islam berlangsung,  murid-murid yang bukan Islam dibenarkan untuk tidak mengikuti kegiatan dan pelajaran tersebut, dan nilai  keagamaan mereka akan diisi oleh tokoh agama mereka masing-masing yang kemudian akan dilegalisir oleh kementerian agama, termasuk di UIN ar-raniry tahun kemarin  menerima seorang mahasiswi yang bukan Islam”, lanjutnya

Kemudian yang ketiga dalam sosial ekonomi juga begitu, tidak ada perbedaan antara Islam dan non Islam dalam masalah ekonomi, “dalam hubungan sosial ekonomi tidak ada perlakuan diskriminasi terhadap yang bukan Islam. Bahkan di Banda Aceh salah satu daerah, yaitu Peunayong dikuasai ekonominya oleh yang bukan Islam. Dalam kajian, saya menemukan bahwa mereka berasal dari etnik Tionghoa dan beragama Buddha. Ini membuktikan bahwa masyarakat dan pemerintah Aceh sangat toleran”, sambungnya

Yang ke empat sosial politik juga demikian, tidak ada perlakuan beda dalam politik antara muslim dan non muslim, “nah dalam hubungan sosial politik, saya melihat dan menemukan hubungan sosial politik antara umat muslim dan non muslim diperlakukan sama dalam hal ini ada tiga indikator yang bisa kita liha. Yang pertama dalam hak suara atau memilih umat non muslim juga diberikan hak untuk memilih dan bersuara. Mereka juga berhak mencalonkan diri sebagai eksekutif dan legislatif. Hal itu dibuktikan dengan temuan saya di Aceh Tenggara dan beberapa daerah lain yang anggota DPRK-nya ada beberapa orang non muslim”, jelasnya.

Terakhir sosial budaya juga demikian, tidak pernah ada perbedaan dalam sosial budaya. “Dalam perayaan sosial budaya juga tidak ada diskriminasi. Saya melihat dalam perayaan-perayaan kemerdekaan karnaval di Banda Aceh contohnya tidak ada larangan untuk menggunakan atau memakai pakaian adat budaya yang dimiliki etnik tertentu, seperti perayaan tahun baru Cina yang berlangsung minggu ini tidak ada larangan dalam merayakannya bahkan ada tarian barongsai. Ini perlu dipahami bahwa masyarakat Aceh tidak pernah membedakan dan mendiskriminasi antar agama”, lanjutnya lagi.

Lebih lanjut ia berharap Alumni FDK nantinya dapat memiliki kemampuan untuk mengubah pandangan masyarakat luar Aceh yang memframing sebagai masyarakat yang intoleran dengan agama lain yang minoritas di daerah Aceh. Hal ini dapat dilakukan dengan menyebarkan kebaikan masyarakat Aceh sesuai potensi yang dimiliki, “Mahasiswa yang telah menyelesaikan studinya untuk mengoptimalkan potensi diri yang sudah ada terutama dalam bidang komunikasi untuk mampu menyebarkan kebaikan masyarakat Aceh”, ujarnya.

Sejalan dengan itu, Dekan FDK Prof. Dr. Kusmawati Hatta, M.Pd, dalam arahannya juga menyampaikan bahwa para mahasiswa harus mampu dan memiliki kewajiban untuk menjaga nama baik almamater sebagai alumni Fakultas Dakwah dan harus mampu berdakwah dengan menggunakan media online sebagai alat untuk berdakwah agar tidak tergantikan dengan AI dalam menyebarkan agama dan tidak meninggalkan dakwah dengan berdakwah di atas mimbar serta mampu mengubah framing-framing negatif yang tersebar diluar sana tentang Aceh. “Alumni harus menjaga norma dan etika almamater untuk menjaga nama baik almamater dan dengan kemampuan sebagai alumni Fakultas Dakwah mampu berdiri di atas mimbar, apalagi memanfaatkan media sosial seperti saat ini sudah seharusnya alumni bisa untuk bersama-sama dalam memperlihatkan kepada dunia fakta yang sebenarnya terjadi di Aceh”, ujarnya.

Yudisium yang bertemakan “Toleran, Visioner dan Berwawasan ke Arah Sarjana Dakwah Multiperspektif, Multitalenta” tersebut meluluskan 100 mahasiswa dari lima program studi yang ada di FDK. Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) sebanyak 19 yudisia, Bimbingan dan Konseling Islam (BKI) 36 yudisia, Prodi Manajemen Dakwah (MD) 13 yudisia, Prodi Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) 16 yudisia dan Prodi Kesejahteraan sosial (Kesos) sebanyak 18 yudisia.

Turut hadir pada kesempatan tersebut Wakil Dekan I Dr. Mahmuddin, M.Si., Wakil Dekan II Dr. Fairus, M.A., Wakil Dekan III Dr. Sabirin, M.Si., KTU FDK Usman, S.Ag., para Ketua dan Sekretaris Prodi, dosen FDK, tenaga kependidikan FDK, serta alumni.

Reporter : Nayyah

Editor : Raihatul Miska