Assalam News | Banda Aceh-Nomenklatur nama Program Studi (Prodi) Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) telah diusulkan menjadi Prodi Ilmu Komunikasi Islam (ILKOMI), hal tersebut disampaikan oleh Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Asosiasi Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam (ASKOPIS), Dr. Mohammad Zamroni, M.Si., pada saat memberikan materi dalam Workshop Kurikulum Prodi KPI di Gedung Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Banda Aceh, Selasa (14/11/2023). Perubahan nama tersebut juga diikuti dengan penyesuaian titel dari S.Sos. menjadi S.I.Kom.
Zamroni menjelaskan beberapa alasan mengapa Prodi KPI harus mengubah namanya menjadi Prodi ILKOMI dan menyesuaikan titel antara lain untuk menyesuaikan dengan kebutuhan pasar.
“Pasca terbitnya PMA. No. 38 tahun 2017 yang menyebutkan gelar akademik Prodi KPI S.Sos. dan M.Sos., praktis tidak ada formasi bidang Prodi KPI di instansi pemerintah non-Kementerian Agama RI dan bahkan hampir semua lulusan Prodi KPI yang mendaftar CPNS pada formasi bidang komunikasi di instansi pemerintah non-Kementerian Agama tidak diterima atau tidak lolos administrasi karena dianggap tidak memiliki kualifikasi yang dibutuhkan”, jelasnya.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa selama ini telah disepakati bahwa Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam merupakan kajian keilmuan komunikasi yang berperspektif nilai-nilai Islam (Ilmu Komunikasi Islam) dan secara rumpun keilmuan sejak Tahun 2012 menjadi satu-satunya prodi di bawah Kemenag RI yang telah ditempatkan pada rumpun bidang Ilmu Sosial yang sepadan dan sejajar dengan Ilmu Komunikasi umum.
Ia juga merincikan bahwa bahwa hasil Polling yang diselenggarakan DPP ASKOPIS kepada responden semua Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) telah menunjukkan basis rumpun keilmuan Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam adalah masuk pada rumpun Komunikasi (86,6%), rumpun bidang kajian Terapan (56,1%), nomenklatur gelar akademik Sarjana Ilmu Komunikasi (S.I.Kom.) (82,9%), nomenklatur nama Program Studi Ilmu Komunikasi Islam (ILKOMI) (91,5%), dengan ijin operasional tetap dibawah Kementerian Agama Republik Indonesia (80,5%).